.



I.     Pendahuluan

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri dari Mycobacterium tuberculosis, yang mempengaruhi paru-paru. TB merupakan salah satu penyakit tertua yang diketahui mempengaruhi manusia menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia (Kasper, 2010). TB adalah salah satu dari 10 penyebab kematian di seluruh dunia. Pada tahun 2017, 10 juta orang jatuh sakit dengan TB (WHO,2018). Prevalensia TB di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 0,4%, dan tidak mengalami peningkatan pada tahun 2018 (Riskesdas, 2018)

Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan tata laksana pasien TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular secara bermakna akan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB serta sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.Keikutsertaan pasien merupakan salah satu faktor penting dalam upaya pengendalian

Angka penjaringan suspect adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam satu tahun. Angka penjaringan suspek ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperlihatkan kecenderungannya dari waktu ke waktu (Triwulan/tahunan) (Ditjen PP&PL Kemenkes RI, 2011).

Angka penjaringan suspek adalah jumlah suspek yang diperiksa diantara 100. 000 penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun (Romandhani & Wahyu, 2011). Angka Penjaringan Suspek adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam satu tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecenderungannya dari waktu ke waktu (triwulan/tahunan). Rumus yang digunakan adalah jumlah suspek yang diperiksa dibagi jumlah penduduk dikali dengan 100%. Penjaringan suspect Tb merupakan salah satu variabel penting evaluasi program penanggulangan penyakit TB. Angka Penjaringan Suspek sangat berperan dalam menentukan besarnya peluang untuk ditemukannya penderita TB, artinya semakin besar jumlah suspek yang didapat dan diperiksa maka peluang untuk


ditemukannya penderita TB diantara suspect juga semakin besar (Ariyanto & Ramani, 2012).

Petugas pemegang program TB paru di Puskesmas merupakan ujung tombak dalam penemuan, pengobatan dan evaluasi penderita maupun pelaksanaan administrasi program di Puskesmas. Tanpa adanya penemuan suspek maka program penatalaksanaan atau pemberantasan TB paru mulai dari penemuan sampai pengobatan tidak akan berhasil, sehingga proses penemuan pasien suspek TB paru oleh petugas sangat menentukan keberhasilan program (Widjanarko, Prabamurti dan Widayat, 2006)

Pelayanan kesehatan yang selama ini dikerjakan oleh petugas kesehatan saja dapat dibantu oleh masyarakat salah satunay oleh kader kesehatan. Selanjutnya dengan adanya kader kesehatan, maka pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima dengan sempurna (Efendi & Makhfudli, 2009 : 288). Menurut K. Santoso (1979, dalam Efendi & Makhfudli, 2009 : 288), kader yang dinamis dengan pendidikan rata-rata tingkat desa ternyata mampu melaksanakan beberapa kegiatan yang sederhaan tetapi tetap berguna bagi masyarakat kelompoknya. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain adalah pemberantasan penyakit menular, pencarian kasus, pelaporan vaksinasi, serta penyuluhan kesehatan. 

 

      II.     Latar Belakang

Saat ini pemerintah Indonesia melakukan akselerasi pencapaian Program Pengendalian Tuberculosis (TB) dengan melakukan ekspansi strategi (Directly Observed Treatment Shortcourse) DOTS pada semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan Puskesmas yang ada dan melibatkan semua sektor terkait dalam suatu bentuk kemitraan. Kemitraan ini sangat penting mengingat pemahaman yang benar tentang Tuberkulosis di masyarakat masih belum seperti yang diharapkan. Rendahnya keterlibatan masyarakat dalam penjaringan suspek TB tidak terlepas dari pemahaman yang benar tentang TB, bagaimana penularannya, kriteria pasien tersangka TB serta upaya pencegahan. 

Pendampingan aktif kepada pasien selama pengobatan TB membutuhkan waktu yang lama sesuai dengan aturan pengobatan yang memenuhi standar, terkadang merupakan salah satu faktor penghambat yang memungkinkan terjadinya ketidak patuhan pasien dalam menelan obat. Disamping itu, masih adanya stigma tentang TB, serta terbatasnya informasi, bagaimana pelayanan dan pengobatan TB di masyarakat mempengaruhi motivasi pasien untuk sembuh. Untuk pengendalian masalah tersebut peran masyarakat sebagai Kader Kesehatan dan petugas di Sarana Pelayanan Kesehatan terdepan sangatlah penting untuk menjadi tenaga penyuluh melacak pasien serta mendampingi Pengawas Minum Obat (PMO), pasien, dan keluarganya. 

Aktifnya Kader Kesehatan dan petugas dalam pendampingan di masyarakat diharapkan akan meningkatkan penemuan dan kesembuhan kasus TB di wilayahnya, menurunkan angka pasien yang mangkir dan putus berobat (drop-out), serta membantu menghilangkan persepsi dan sikap masyarakat yang menghambat program Pengendalian TB. Inovasi ini muncul karena dilatarbelakangi adanya kasus TB di wilayah Puskesmas Parung dimana kurang terjaringnya pasien penderita TB dan. 

Data TB di wilayah Puskesmas Parung TB menunjukkan tahun 2018 ditemukan sejumlah 120 kasus dan pada tahun 2019 sejumlah 150 kasus. Berdasarkan data tersebut diketahui beberapa pasien ada yang mangkir TB dan ditemukan kasus TB positif dari hasil screening pada pasien terduga TB. Padahal pasien TB harus secara berobat secara teratur selama 6 bulan karena jika terputus akan sangat berisiko menjadi TB resisten yang memerlukan tindakan berbeda.

Kasus TB paru yang disebabkan oleh adanya Bakteri Tuberculosis sangat mudah penularannya antara satu orang ke orang lainnya. Kondisi kepadatan hunian, ketersediaan sarana air bersih, faktor penunjang ekonomi, status gizi, penyakit penyerta serta jenis pekerjaan merupakan beberapa faktor yang dapat mempercepat penularan dan sekaligus membantu penyembuhan pasien TB paru.

Pada tahun 2020 Puskesmas Parung bekerja sama dengan lintas sektor melakukan terobosan melalui pemberdayaan masyarakat sebagai kader kesehatan untuk melakukan penemuan kasus TB secara masif agar tingkat kesembuhan pasien TB dapat mencapai target dan sasaran kinerja Puskesmas Parung secara khusus dan Dinas Kesehatan Kabupaten

Bogor pada umumnya. Kegiatan tersebut diberi nama JAPATI (Jemput Pasien TB dengan

Hati). 

Pentingnya peran kader kesehatan karena fungsinya yang strategis yang secara langsung dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat dan ikut serta dalam pengendalian penyakit TB. Selain itu, terbatasnya tenaga puskesmas untuk melakukan penjaringan akan sangat terbantu dengan kehadiran kader kesehatan.

Inovasi ini sejalan dengan salah satu kegiatan Program PIS/PK (Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga) dimana salah satu indikatornya yaitu, Penderita TB Paru berobat sesuai dengan standar pada point 6 PIS/PK .

 

III.        Tujuan 

1.    Tujuan Umum

Untuk meningkatkan angka penemuan penderita TBC menuju eliminasi TBC tahun 2030

2.    Tujuan Khusus

a.       Meningkatkan cakupan penjaringan suspek TB di wilayah kerja Puskesmas Parung

b.      Mencegah penularan penyakit TBC Paru dengan meningkatkan penemuan kasus baru 

c.       Menemukan kontak pasien TB BTA Positif di sekitar tempat tinggal pasien 

d.      Untuk menyebarluaskan informasi tentang penyakit TBC kepada masyarakat

e.       Untuk menggugah kesadaran masyarakat tentang pentingnya pencegahan dan penanggulangan TBC

f.        Meningkatkan kemauan pasien TB Paru di wilayah Puskesmas Parung melakukan pengobatan TB Paru secara rutin sesuai Standart dan Pengawasan Menelan Obat (Oleh

Petugas dan Kader)

g.      Meningkatkan angka kesembuhan Pasien TB Paru

h.      Menurunkan angka kejadian Pasien MDR TB Paru.

 

IV.        Manfaat

Para pasien TB mendapatkan pengobatan dengan maksimal sehingga mempercepat proses penyembuhan.

 

      V.     Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan

1.    Kegiatan Pokok

Melakukan pengobatan sesuai standar pada pasien dengan TB 

 

 

2.    Rincian Kegiatan

a.       Melaksanakan pemberdayaan masyarakat dalam pembentukan Kader Peduli TB di

Puskesmas Parung dalam rangka penjaringan kasus maupun pendampingan

b.      Puskesmas melalui petugas promkes melaksanakan upaya promotif dan preventif 

c.       Melaksanakan screening pada pasien yang terduga TB

d.      Melakukan pengawasan obat kepada pasien TB agar berobat sesuai standar pelayanan TB 

 

VI.        Cara Melaksanakan Kegiatan

Kegiatan diawali dengan mengumpulkan perwakilan kader dari setiap desa sebanyak 2 orang , wilayah puskesmas parung memiliki 6 desa sehingga terkumpulnya 12 Kader , Selanjutnya diberikan pengarahan dan pelatihan mengenai TB dan tatalaksana pelaksanaan kegiatan JAPATI (Jemput Pasien TB dengan Hati). Fungsi kader ini adalah membantu nakes untuk menjaring dan memantau pasien-pasien TB dilingkungan kerja wilayah Puskesmas parung. Berikut tahapan kegiatan yang dilaksanakan Kader JAPATI:

1.      Kader Kesehatan melakukan pengamatan diwilayahnya 

2.      Jika ditemukan penduduk dengan keluhan Batuk > 2 minggu, keringat dimalam hari tanpa aktifitas, kader akan melakukan kunjungan rumah, memberikan edukasi dan pot dahak. 

3.      Kader mengirimkan pot dahak ke puskesmas 

4.      Puskesmas (Laboratorium) melakukan pemeriksaan dahak 

5.      Hasil pemeriksaan dahak akan disampaikan ke pasien, dan ditindaklanjuti sesuai dengan hasil pemeriksaan.

 

VII.       Sasaran

1.         Kader Kesehatan 

2.         Penduduk dengan gejala TB

3.         Seluruh masyarakat di wilayah Kerja Puskesmas Parung.

 

 

 

VIII.         Jadwal Tahapan Inovasi dan Pelaksanaan Kegiatan

1. Tahapan Inovasi JAPATI

Tabel 1. Tahapan Inovasi JAPATI

No.

Tahapan

Waktu Kegiatan

Keterangan

1.

Latar Belakang Masalah

Januari 2020

Penjaringan ide di lapangan

2.

Perumusan Ide

Februari 2020

Perumusan ide dari masukan

semua pihak / koordinasi dengan Kepala Puskesmas

3.

Perancangan

Maret 2020

Menyusun tim pengelola inovasi dan linsek

4.

Implementasi

April 2020

Pelaksanaan dilakukan di wilayah kerja Puskesmas  Parung

 

2. Pelaksanaan Inovasi JAPATI

Tabel 2. Pelaksnaan Inovasi JAPATI

No.

Tahapan

Waktu Kegiatan

Keterangan

1.

Pelatihan           dan

Pembentukan

Kader

06 April 2020

Pelatihan Perwakilan kader di setiap desa

2.

Sosialisasi

Inovasi Japati

02 Juni 2020

Melaksanakan sosialisasi lintas program dan sektor

3.

Implementasi

06 April 2020

Pelaksanaan JAPATI di masyarakat

4.

Evaluasi

Kegiatan 

28 Desember 2020

Evaluasi kegiatan JAPATI

  Ket. Pelaksanaan kegiatan setiap bulan atau 12 x dalam setahun.

 

 

 

 

 

IX.        Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan danPelaporan

Evaluasi pelaksanaan kegiatan dilakukan setelah pelaksanaan kegiatan. Laporan evaluasi kegiatan dibuat oleh koordinator pelaksana TB Pencatatan dan pelaporan dilaksanakan di Puskesmas, data dan informasi dari hasil pencatatan diolah dan dianalisa dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan

 

      X.     Pencatatan, Pelaporan dan Evaluasi Kegiatan

1.      Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dilakukan selama kegiatan berlangsung meliputi jumlah pasien TB yang baru ditemukan maupun dalam pengobatan. Pelaporan dibuat berdasarkan hasil evaluasi dan disampaikan ke Dinas kesehatan Kab. Bogor bersamaan dengan laporan bulanan TB

2.      Evaluasi Kegiatan

Evaluasi dilakukan setelah pelaksanaan kegiatan selama 1 tahun telah dilakukan dan akan dibahas dalam pertemuan lintas program 

                                                                                                                                                         Parung, April 2020

 

 

Download File Lampiran
  11. Pedoman JAPATI.pdf

Agenda Kegiatan